Sabtu, 27 November 2010

My Favourite Song

Jalan hidupku tak selalu
Tanpa kabut yang pekat
Namun kasih Mu nyata padaku
Pada Waktu Mu yang tepat

Seperti Pelangi sehabis hujan
Demikian kasih setia Mu Tuhan
Dibalik dukaku telah menanti
Harta yang tak ternilai dan abadi

Mungkin langit pun tak terlihat
Tertutup awan tebal
Namun hatiku kan tetap kuat
Oleh janji Mu yang kekal

Selasa, 23 November 2010

Lakukan Perkara Kecil

Hari itu adalah hari pertama saya masuk SMA, saya melihat seorang anak dari kelas saya pulang sekolah dengan membawa semua bukunya. Namanya Alex. Saya berpikir, “Mengapa dia membawa pulang semua bukunya di hari Jumat? Pasti dia orang yang aneh.”

Saya sendiri sudah memiliki rencana untuk akhir minggu ini, pesta dan nonton pertandangan sepakbola. Jadi saya mengangkat bahu saya dan kembali berjalan pulang.

Dalam perjalanan, saya melihat beberapa anak lain berlari melewati Alex dan menyenggolnya. Alex terjatuh, buku-bukunya berhamburan, kacamatanya terlempar dan saya berdiri sekitar sepuluh kaki di belakangannya. Saya melihat matanya terlihat sangat sedih. Hati saya merasa kasihan, jadi saya mendekatinya dan membantunya bangun.

Saat saya menemukan kaca matanya dan memberikan kepadanya, saya berkata, “Anak-anak itu pecundang. Mereka harusnya agak menjauh tadi.”

Dia menatap saya dan berkata, “Terima kasih!” Terlihat sebuah senyum yang besar di wajahnya.

Senyum itu benar-benar tulus yang mengungkapkan rasa terima kasih. Saya membantunya memunguti bukunya yang berhamburan, dan bertanya dimana dia tinggal. Ternyata dia tinggal tidak jauh dari saya. Tapi saya belum pernah melihat dia di lingkungan saya sebelumnya, jadi saya bertanya. Alex mengatakan dia sebelumnya mengikuti sekolah khusus.

Sepanjang perjalanan pulang, kami banyak berbincang dan saya membawakan beberapa bukunya. Ternyata dia anak yang cukup asik. Saya mengajaknya untuk bermain bola Sabtu besok dengan teman-teman saya, dan dia menjawab, “ya.”

Semakin saya mengenal Alex, semakin saya suka dengannya. Selama empat tahun kemudian, kami menjadi teman baik. Hingga hari kelulusan menjelang, Alex yang lulus dengan nilai terbaik diminta untuk menyampaikan pidato perpisahan. Saya sangat bersyukur, bukan saya yang diminta untuk menyampaikan pidato itu.

Pada hari kelulusan saya bertemu dengan Alex. Dia terlihat sangat hebat. Dia adalah salah satu dari pria-pria yang favorit semasa SMA. Sangat bersemangat dan terlihat gagah dengan kacamatanya. Lebih banyak gadis yang menyukai dia dari pada saya. Terkadang saya iri juga kepadanya.

Saya lihat dia sangat gugup menjelang pidatonya, jadi saya pukul dia dari belakang, “Hei bung, kamu pasti hebat!” Dia melihat saya dan tersenyum. “Terima kasih,” ungkapnya.

Ketika dia mulai berpidato, dia menarik nafas panjang dan mulai berkata, “Kelulusan adalah waktu untuk berterima kasih kepada mereka yang menolong kita menjalani tahun-tahun yang berat. Orang tua Anda, guru Anda, saudara Anda, mungkin pelatih.., tetapi yang terutamama adalah teman-teman. Saya disini untuk memberi tahu Anda bahwa menjadi teman seseorang adalah hadiah terindah yang bisa Anda berikan. Saya akan menceritakan sebuah cerita kepada Anda.”

Saya hanya memandang sahabat saya itu dengan rasa tidak percaya, ketika ia menceritakan perjumpaan pertama kali kami saat ia jatuh dengan buku-bukunya itu. Saat itu dia sedang merencanakan untuk bunuh diri di akhir minggu itu. Dia mengatakan sengaja membawa semua benda miliknya pulang, sehingga ibunya tidak perlu lagi melakukannya nanti. Dia memandang lurus pada saya dan tersenyum, “Untunglah saya diselamatkan. Sahabat saya telah melakukan sesuatu yang tidak terkatakan.”

Saya mendengar tepuk tangan dari kerumunan bagi pria gagah yang menceritakan masa terlemah dalam hidupnya itu. Saya melihat ayah dan ibunya memandang saya dengan senyuman penuh terima kasih. Hingga saat ini, saya tidak pernah tahu bahwa apa yang saya lakukan ternyata berdampak begitu besar.

*Thank U for all my riends...

Hadiah Cinta di Setiap Kesulitan

Para penumpang bus memandang penuh simpati ketika wanita
muda berpenampilan menarik dan bertongkat putih itu dgn
hati-hati menaiki tangga. Dia membayar sopir bus lalu, dengan
tangan meraba-raba kursi, dia berjalan menyusuri lorong
sampai menemukan kursi yg tadi dikatakan kosong oleh si
sopir. kemudian ia duduk, meletakkan tasnya dipangkuannya
dan menyandarkan tongkatnya pada tungkainya.

Setahun sudah lewat sejak Susan, 34, menjadi buta. Gara-gara
salah diagnosa dia kehilangan penglihatannya & terlempar
kedunia yg gelap gulita, penuh amarah, frustrasi dan rasa
kasihan pada diri sendiri.
Sebagai wanita yang independen, Susan merasa terkutuk oleh
nasib mengerikan yg membuatnya kehilangan kemampuan,
merasa tak berdaya & menjadi beban bagi semua orang
disekelilingnya.

“Bagaimana mungkin ini bisa terjadi padaku?” dia bertanya-
tanya, hatinya mengeras karena marah. Tetapi, betapapun
seringnya ia menangis atau menggerutu atau berdoa, dia
mengerti kenyataan yg menyakitkan itu penglihatannya
takkan pernah pulih lagi.

Depresi mematahkan semangat Susan yg tadinya selalu
optimis. Mengisi waktu seharian kini merupakan perjuangan
berat yang menguras tenaga & membuatnya frustrasi. Dia
menjadi sangat bergantung pada Mark, suaminya.


Mark
seorang perwira Angkatan Udara. Dia mencintai Susan dgn
tulus.
Ketika istrinya baru kehilangan penglihatannya, dia melihat
bagaimana Susan tenggelam dalam keputusasaan. Mark
bertekad untuk membantunya menemukan kembali kekuatan
& rasa percaya diri yg dibutuhkan Susan untuk menjadi
mandiri lagi. Latar belakang militer Mark membuatnya terlatih
untuk menghadapi berbagai situasi darurat, tetapi dia tahu, ini
adalah pertempuran yg paling sulit yg pernah dihadapinya.

Akhirnya Susan merasa siap bekerja lagi. Tetapi, bagaimana dia
akan bisa ke kantornya? Dulu Susan biasa naik bus, tetapi
sekarang terlalu takut untuk pergi ke kota sendirian. Mark
menawarkan untuk mengantarkannya setiap hari, meskipun
tempat kerja mereka terletak dipinggir kota yang berseberangan.

Mula - mula, kesepakatan itu membuat Susan nyaman dan Mark
puas karena bisa melindungi istrinya yg buta, yg tidak
yakin akan bisa melakukan hal-hal paling sederhana sekalipun.
Tetapi, Mark segera menyadari bahwa pengaturan itu keliru
membuat mereka terburu-buru, & terlalu mahal. Susan harus
belajar naik bus lagi, Mark menyimpulkan dalam hati. tetapi,
baru berpikir untuk menyampaikan rencana itu kepada Susan
telah membuatnya merasa tidak enak.
Susan masih sangat rapuh, masih sangat marah. Bagaimana
reaksinya nanti? Persis seperti dugaan Mark, Susan ngeri
mendengar gagasan untuk naik bus lagi.

“Aku buta!” tujasnya
dengan pahit. “Bagaimana aku bisa tahu kemana aku pergi? Aku
merasa kau akan meninggalkanku” Mark sedih mendengar kata-
kata itu, tetapi ia tahu apa yg harus dilakukan. Dia berjanji
bahwa setiap pagi & sore, ia akan naik bus bersama Susan,
selama masih diperlukan, sampai Susan hafal dan bisa pergi
sendiri.
Dan itulah yang terjadi.

Selama 2 minggu penuh Mark,
menggunakan seragam militer lengkap, mengawal Susan ke
dan dari tempat kerja, setiap hari. Dia mengajari Susan
bagimana menggantungkan diri pada indranya yg lain,
terutama pendengarannya, untuk menemukan dimana ia
berada & bagaimana beradaptasi dgn lingkungan yg
baru.

Dia menolong Susan berkenalan dan berkawan dengan sopir-
sopir bus dan menyisakan 1 kursi kosong untuknya. Dia
membuat Susan tertawa, bahkan pada hari-hari yang tidak
terlalu menyenangkan ketika Susan tersandung dari bus, atau
menjatuhkan tasnya yang penuh berkas di lorong bus. Setiap
pagi mereka berangkat bersama-sama, setelah itu Mark akan
naik taksi ke kantornya.
Meskipun pengaturan itu lebih mahal dan melelahkan daripada
yang pertama, Mark yakin bahwa hanya soal waktu sebelum
Susan mampu naik bus tanpa dikawal. Mark percaya
kepadanya, percaya kepada Susan yang dulu dikenalnya
sebelum wanita itu kehilangan penglihatannya, wanita yang
tidak pernah takut menghadapi tantangan apapun dan tidak akan
pernah menyerah.

Akhirnya, Susan memutuskan bahwa dia siap untuk melakukan
perjalanan itu seorang diri. Tibalah hari senin. Sebelum
berangkat, Susan memeluk Mark yang pernah menjadi
kawannya 1 bus dan sahabatnya yang terbaik. Matanya berkaca-
kaca, penuh air mata syukur karena kesetiaan, kesabaran dan
cinta Mark. Dia mengucapkan selamat berpisah. Untuk pertama
kalinya mereka pergi kearah yang berlawanan.

Senin, Selasa, Rabu, Kamis … Setiap hari dijalaninya dengan
sempurna. Belum pernah Susan merasa sepuas itu. Dia
berhasil ! Dia mampu berangkat kerja tanpa dikawal. Pada hari
Jum ’at pagi, seperti biasa Susan naik bus ke tempat kerja. Ketika
dia membayar ongkos bus sebelum turun, sopir bus itu
berkata : ”wah, aku iri padamu”. Susan tidak yakin apakah sopir
itu bicara kepadanya atau tidak. Lagipula, siapa yang bisa iri pada
seorang wanita buta yang sepanjang tahun lalu berusaha
menemukan keberanian untk menjalani hidup?

Dengan penasaran, dia berkata kepada sopir, “Kenapa kau bilang
kau iri kepadaku?” Sopir itu menjawab, “Kau pasti senang selalu
dilindungi dan dijagai seperti itu”. Susan tidak mengerti apa
maksud sopir itu. Sekali lagi dia bertanya.”Apa maksudmu?” Kau
tahu minggu kemarin, setiap pagi ada seorang pria tampan
berseragam militer berdiri di sudut jalan dan mengawasimu
waktu kau turun dari bus. Dia memastikan bahwa kau
menyeberang dgn selamat dan dia mengawasimu terus
sampai kau masuk ke kantormu. Setelah itu dia meniupkan
ciuman, memberi hormat ala militer, lalu pergi.

"Kau wanita yg
beruntung”. kata sopir itu.
Air mata bahagia membasahi pipi Susan. Karena meskipun
secara fisik tdk dapat melihat Mark, dia selalu bisa memastikan
kehadirannya. Dia beruntung, sangat beruntung, karena Mark
memberikannya hadiah yg jauh lebih berharga daripada
penglihatan, hadiah yg tak perlu dilihatnya dgn matanya
untuk meyakinkan diri, hadiah cinta yg bisa menjadi penerang
dimanapun ada kegelapan…..

*You never a.l.o.n.e.

Aku Ingin Pakai Baju Merah

Cindy yang bekerja rangkap sebagai pendidik dan penyedia peralatan kesehatan juga menangani sejumlah anak yang terkena virus penyebab Aids. Persahabatannya dengan mereka sangat dekat. Ada satu peristiwa yang begitu menggugah perasaannya mengenai seorang anak bernama Tyler.

Tyler lahir tertular HIV dari ibunya. Sejak awal kehidupannya, ia sangat bergantung pada pengobatan agar dapat bertahan hidup. Waktu ia berusia 5 tahun, sebuah selang dimasukkan dengan operasi ke dalam pembuluh darah di dalamnya yang disumbangkan pada sebuah pompa dalam tas punggung kecil yang dibawanya. Obat-obatan dan oksigen dikaitkan pada pompa ini secara terus-menerus untuk diteruskan melalui pipa ke dalam aliran darahnya serta untuk membantunya bernafas.

Tyler tidak mau menyerahkan sesaat pun masa kanak-kanaknya pada penyakit yang mematikan itu. sering kali ia bermain dan berlari di halaman belakang.Mengenakan tasnya yang penuh obat dan menyeret tangki oksigen dalam kereta kecilnya. Semua orang yang mengenal Tyler kagum pada kebahagiaannya yang tulus untuk dapat hidup dan kekuatan yang didapatnya dari sikapnya itu. Ibu Tyler sering menggodanya dengan mengatakan padanya bahwa ia bergerak begitu cepat sehingga dia harus memberinya pakaian merah. Dengan begitu, kalau sang ibu mengintip ke luar jendela untuk memeriksanya bermain di halaman, ia bisa menemukannya dengan cepat.

Penyakit menakutkan ini akhirnya menguras seluruh tenaga Tyler, sakitnya makin parah dan begitu pula ibunya yang tertular HIV. Saat-saat menjelang kematiannya, ibu Tyler berbicara padanya tentang kematian. Ia menghibur dan mengatakan bahwa ia juga akan mati dan menyusulnya ke surga.

Beberapa hari sebelum kematiannya, Tyler memberi isyarat kepada Cindy
untuk mendekat ke ranjangnya dan berbisik,"Aku akan mati sebentar lagi. Aku tidak takut! Kalau aku mati, aku mau dipakaikan baju merah. Mama janji akan menyusul ke surga. Aku pasti sedang bermain waktu mama datang, dan aku ingin memastikan Mama bisa menemukanku!"

Yes God, i'm really aproud to Tyler.
I love you Tyler.

The Best Story from Beijing

Kisah ini terjadi di beijing Cina, seorang gadis bernama Yo Yi Mei
memiliki cinta terpendam
terhadap teman karibnya di masa sekolah. Namun ia tidak
pernah mengungkapkannya,
Ia hanya selalu menyimpan di dalam hati & berharap
temannya bisa mengetahuinya sendiri.
Tapi sayang temannya tak pernah mengetahuinya, hanya
menganggapnya sebagai sahabat, tak lebih.

Suatu hari Yo Yi Mei mendengar bahwa sahabatnya akan segera
menikah
hatinya sesak, tapi ia tersenyum aku harap kau bahagia
Sepanjang hari. Yo Yi mei bersedih, ia menjadi tidak ada
semangat hidup,
tapi dia selalu mendoakan kebahagiaan sahabatnya

12 Juli 1994 sahabatnya memberikan contoh undangan
pernikahannya
yg akan segera dicetak kepada Yi mei, ia berharap Yi Mei akan
datang,
sahabatnya melihat Yi Mei yg menjadi sangat kurus & tidak ceria
Dan bertanya;

"apa yg terjadi denganmu , kau ada masalah ?"

Yi mei tersenyum manis sambil berkata "mungkin Kau salah lihat, aku tak
punya masalah apa apa & wah contoh undanganya bagus yah, tapi aku lebih setuju jika kau
pilih warna merah muda, lebih lembut"
Begitu cara Ia mengomentari rencana undangan sahabatnya ..

Sahabatnya tersenyum & berkata "Oh ya, hmmm aku kan menggantinya,
terimakasih atas sarannya Mei,
aku harus pergi menemui calon istriku, hari ini kami ada rencana
melihat lihat perabotan rumah.! daaah"

Yi Mei tersenyum, melambaikan tangan, Ia pulang dgn hati
yg sakit.

18 Juli 1994 Yi Mei terbaring di rumah sakit, Ia mengalami koma,
Yi Mei mengidap kanker darah stadium akhir. Kecil harapan Yi
Mei untuk hidup,
semua organnya yg berfungsi hanya pendengaran , dan
otaknya, yg lain bisa dikatakan Mati
dan semuanya memiliki alat bantu, hanya muzizat yg bisa
menyembuhkannya.
Sahabatnya setiap hari menjenguknya, menunggunya, bahkan
ia menunda pernikahannya.
Baginya Yi Mei adalah tamu penting dalam pernikahannya.
Keluaga Yi Mei sendiri setuju memberikan Suntik Mati untuk Yi
Mei
Karena tak tahan melihat penderitaan Yi Mei.

10 Desember 1994 Semua keluarga setuju besok 11 Desember
1994 Yi Mei akan disuntik mati
dan semua sudah ikhlas, hanya sahabat Yi Mei yang mohon
diberi kesempatan berbicara yang terakhir,
sahabatnya menatap Yi Mei yg dulu selalu bersama
Sambil mendekat berbisik di telinga Yi Mei

"Mei apa kau ingat waktu kita mencari belalang, menangkap kupu
kupu?...
kau tahu, aku tak pernah lupa hal itu,
dan apa kau ingat waktu disekolah waktu kita dihukum bersama
gara gara kita datang terlambat,
kita langganan kena hukum ya ?
Apa kau ingat juga waktu aku mengejekmu, kau terjatuh di
lumpur saat kau ikut lomba lari,
kau marah dan mendorongku hingga akupun kotor ?...
Apakah kau ingat aku selalu mengerjakan PR di rumahmu ? ...
Aku tak pernah melupakan hal itu
Mei, aku ingin kau sembuh, aku ingin kau bisa tersenyum
seperti dulu,
aku sangat suka lesung pipitmu yang manis, kau tega
meninggalkan sahabatmu ini ?...."

(Tanpa sadar sahabat Yi Mei menangis, air matanya menetes
membasahi wajah Yi Mei)

"Mei.. .kau tahu, kau sangat berarti untukku, aku tak setuju kau
disuntik mati,
rasanya aku ingin membawamu kabur dari rumah sakit ini, aku
ingin kau hidup, kau tahu kenapa ?...
karena aku sangat mencintaimu, aku takut mengungkapkan
padamu, takut kau menolakku
Meskipun aku tahu kau tidak mencintaiku, aku tetap ingin kau
hidup,
Aku ingin kau hidup, Mei tolonglah, Dengarkan aku Mei
bangunlah . !!"

(Sahabatnya menangis, ia menggengam kuat tangan Yi Mei)

"Aku selalu berdoa Mei, aku harap Tuhan berikan keajaiban
buatku, Yi Mei sembuh, sembuh total.
Aku percaya, bahkan kau tahu?.. aku puasa agar doaku semakin
didengar Tuhan
Mei aku tak kuat besok melihat pemakamanmu, kau jahat ... !!
kau sudah tak mencintaiku, sekarang kau mau pergi, aku sangat
mencintaimu
aku menikah hanya ingin membuat dirimu tidak lagi dibayang-
bayangi diriku
sehingga kau bisa mencari pria yang selalu kau impikan, hanya
itu Mei
Seandainya saja kau bilang kau mencintaiku, aku akan
membatalkan pernikahanku,
aku tak peduli tapi itu tak mungkin, kau bahkan mau pergi dariku
sebagai sahabat"

(Sahabat Yi mei mengecup pelan dahi Yi Mei)

Sambil berbisik;
"Aku sayang kamu, aku mencintaimu"

(suaranya terdengar parau
karena tangisan.)

7 jam setelah itu dokter menemukan tanda tanda kehidupan
dalam diri Yi Mei,
jari tangan Yi Mei bisa bergerak, jantungnya, paru parunya,
organ tubuhnya bekerja, Sungguh sebuah keajaiban !!
Pihak medis menghubungi keluarga Yi Mei dan memberitahukan
keajaiban yang terjadi.
Dan sebuah mujizat lagi masa koma lewat.

Pada tgl 11 Des 1994
14 Des 1994 Saat Yi Mei bisa membuka mata dan berbicara,
sahabatnya ada disana, ia memeluk Yi Mei menangis bahagia,
dokter sangat kagum akan keajaiban yang terjadi.

"Aku senang kau bisa bangun, kau sahabatku terbaik"

(sahabatnya
memeluk erat Yi Mei)

Yi Mei tersenyum dan berkata;
"Kau yang memintaku bangun, kau bilang kau
mencintaiku,
tahukah kau aku selalu mendengar kata-kata itu, aku berpikir aku
harus berjuang untuk hidup
Lei, aku mohon jangan tinggalkan aku ya, aku sangat
mencintaimu"

lalu Lei memeluk Yi Mei dan berkata;
"Aku sangat mencintaimu juga"

17 Februari 1995 Yi Mei & Lei menikah, hidup bahagia
dan sampai dengan saat ini pasangan ini memiliki 1 orang anak
laki laki yang telah berusia 14 tahun.
Kisah ini sempat menggemparkan Beijing.

Cinta dapat menyembuhkan segalanya.
Praise the Lord !

Sabtu, 20 November 2010

Hey... This is me..

Hai, perkenalkan nama saya Dora Ivana Olivia Hutajulu... Saya mahasiswi dari Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi (STIKOM) jurusan Public Relations (PR).
Dari kecil saya suka membaca buku fiksi, terutama novel. Beranjak dewasa, saya begitu tertarik dengan cerita-cerita yang mengubah banyak hidup orang lain. Buat saya itu tidak sekedar dongeng, tetapi juga inspirasi dan motivasi saya untuk lebih peka dengan keadaan sekeliling saya. Ada begitu banyak pesan yang terdapat pada masing-masing ceritanya.Saya harap anda diberkati melalui posting-posting yang saya tuliskan untuk anda. 
Dan semoga tidak hanya saya yang menyukai cerita-cerita tersebut. Blessing you all the time.
Happy day.